Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Prahara Bara Membara Dalam Pelukan Mesra Mafia


Oleh: Jamhuri-Direktur LSM Sembilan 

Diprediksi akan terjadi peningkatan status persoalan Batubara dari polemik berubah menjadi Prahara, dengan adanya penyampaian surat dari Plt. Dirjen Minerba kepada Gubernur Jambi meminta agar dilakukan pertimbangan atas isi daripada Instruksi Gubernur Jambi Nomor 1 tahun 2024 tentang Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara.

Hakikatnya prahara dan/atau polemik batubara di Jambi tidak berawal dari Surat Plt. Dirjen dimaksud akan tetapi, diawali kwalitas kinerja para kabinet kerja rezim Jambi mantap sendiri yang membuat Gubernur Jambi terkesan plin plan dalam membuat suatu kebijakan.

Salah satunya yaitu dengan diberlakukannya sejumlah Surat Edaran menyangkut tentang pengaturan angkutan Batubara dan terakhir diberlakukannya Instruksi Gubernur Jambi yang meenghasilkan pengrusakan kantor Gubernur Jambi yang merubah warna sejarah kwalitas wibawa pemerintahan provinsi Jambi sejak berdirinya berdasarkan Keputusan BKRD tahun 1957.

Instruksi Gubernur dimaksud merupakan produk kebijakan yang tanpa pemahaman akan arti, karakter dan sifat instruksi hingga tidak bisa membedakan antara Keputusan dengan Instruksi dan kapan harus menggunakan kedua kata tersebut. Sederhananya Instruksi Gubernur tersebut menunjukan ketidak mengertian sang produsen ataupun konseptor kebijakan, akan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Dengan adanya penggunaan jenis kebijakan tersebut melahirkan beberapa pemikiran dan sikap yang berbeda dan ironisnya masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Sopir Batubara yang tanpa disadari tetap menempatkan diri mereka berada dalam barisan korban kebijakan yang terpaksa berbuat kriminal dalam mengungkapkan pendapat yang jauh dari kebenaran.

Sejumlah kebijakan menyangkut penyelesaian polemik angkutan Batubara menunjukan kesan seakan-akan Pemerintah takluk dan/atau menganut paham Oligarki dengan konsep Plutokrasi dengan metode hukum rimba versi millennium yang mungkin saja akan melahirkan rezim Otokrasi dan Diktator. 

Parahnya lagi tidak satupun terlihat kebijakan-kebijakan Pemerintahan Provinsi Jambi yang mengedepankan regulasi menyangkut pertambangan batubara yang seakan-akan hukum tidak lagi memiliki kepastian hukum untuk memberikan kemanfaatan hukum sesuai dengan fungsi dan tujuan hukum.

Terlalu banyak ketentuan peraturan perundang-undangan yang diabaikan oleh para pembisik untuk melahirkan sebuah kebijakan Kepala Daerah, mereka lupa dalam persoalan angkutan Batubara tidak hanya sebatas berbicara tentang kebutuhan akan hasil pertambangan saja. 

Akan tetapi di sana juga terdapat persoalan menyangkut hajat hidup orang banyak, konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development), Hak Azazi Manusia (HAM), Pajak dan Retrebusi Daerah, Ketenagakerjaan, BPJS, persoalan Distribusi Bahan Bakar Minyak, Hak dan Kewenangan pemberian nomor lambung armada Batubara yang terindikasi Pungutan Liar, (Pungli) dan/atau Potensi Tindak Pidana Korupsi serta segala sesuatu menyangkut tentang pelaksanaan azaz dan norma atau kaidah hukum Perizinan yang merupakan salah satu indikator daripada instrument hukum.

Kiranya Surat Plt. Dirjen Minerba merupakan barometer bagi Gubernur Jambi Al Haris segera meninjau kembali dengan mencopot dari jabatannya kabinet pembantu rezim Jambi Mantap yang tidak mengerti sendi-sendi fundamental pemerintahan (AUPB) hingga seakan-akan tidak memiliki kemampuan kinerja sama sekali. 

Dalam waktu 31 x 24 Jam dan ditempat terbuka kami siap untuk adakan diskusi publik dengan Gubernur beserta kabinet pembantunya untuk membicarakan polemik dan prahara Batubara agar didapat solusi dan kebijakan yang benar dan tepat, serta tidak sekedar menyuguhkan sajian manis Asal Bapak Senang (ABS). 

Hingga dapat dihilangkan pemikiran Kabinet yang menderita cacat logika, cacat nalar dan sesat pikiran serta gagal paham yang memberikan gambaran seakan-akan Batubara mesra berada di dalam dekapan pelukan hangat Mafia Kekuasaan dan negara tidak hadir untuk melakukan tindakan dalam mewujudnyatakan bentuk campur tangan pemerintah sebagaimana isi daripada konsep negara kesejahteraan (welfare state), karena negara itu adalah hukum dan hukum itulah negara.  (J24-Penulis Adalah Direktur Eksekutif LSM Sembilan) 

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar