Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Kebijakan Pemerkosa Konstitusi dan Pelacur Kekuasaan


Oleh: Jamhuri 

Berbagai persoalan hukum penggunaan anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun dari APBD khususnya di Provinsi Jambi, terkesan hanya diperuntukan bagi kaum khusus yang memiliki kesaktian dan meyakini dirinya kebal hukum.

Suatu keadaan yang berakibat menimbulkan suatu penilaian buruk ataupun image negative dari masyarakat terhadap tindakan penegakan hukum yang menilai bahwa hukum belum terlaksana sebagaimana tujuan utamanya dan hukum tajam kebawah tumpul keatas serta hukum bukan lagi sebagai alat sosial kontrol (law as tool of social engeneering) akan tetapi lebih menonjol sebagai alat kepentingan kekuasaan pribadi.

Dari berbagai persoalan hukum tersebut menimbulkan penilaian masyarakat bahwa penegakan hukum belum mampu menimbulkan efek jera serta belum mampu mengingkatkan kesadaran hukum sebagaimana tujuan utama hukum dan terkesan hukum tidak lagi berpihak kepada kepentingan sebagaimana tujuan dan tugas negara, atau dengan penilaian hukum berpihak kepada kepentingan para oknum pembeli dan/atau pelacur kekuasaan. 

Salah satu contoh mental bajingan yang merasa dirinya kebal hukum terjadi dalam pengelolaan dan/atau pemanfaatan Keuangan Negara yaitu dugaan adanya penyelewengan Dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada Tahun Anggaran 2022 di Desa Pangkal Duri Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan nilai sebesar Rp. 417 Juta lebih yang dicairkan seakan-akan harta warisan yang diperuntukan bagi kepentingan pribadi sang oknum pada struktur kelembagaan pemerintahan desa tersebut.

Belum diketahui secara pasti apakah Dana SILPA tersebut dicairkan dengan argumentasi untuk kepentingan atau setidak-tidaknya memiliki korelasi dengan Pembangunan gedung Taman Kanak-Kanak yang menelan biaya sebesar Rp. 203.474.250,00 (Dua Ratus Tiga Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Empat Ribu Dua Ratus Lima Puluh Rupiah) di desa tersebut. 

Disamping persoalan dana Silpa kiranya pembangunan sarana mencerdaskan kehidupan anak bangsa tersebut ± selama 2 (Dua) tahun tidak kunjung selesai sebagaimana mestinya, untuk itu memerlukan sentuhan tangan-tangan hukum di Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur yang berdasarkan informasi dari sumber yang layak dipercaya menyebutkan bahwa korps Adhyaksa tersebut dalam waktu dekat ini akan segera menaikan proses hukumnya ke tahapan penyidikan.

Tentunya dari sini masyarakat berharap agar proses hukum tersebut akan berlanjut hingga sampai ke jenjang peradilan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), agar uang negara yang dipergunakan oleh oknum-oknum bermental bajingan tersebut dapat terealisasi dan bermanfaat sebagaimana mestinya. 

Diyakini bahwa paket gagal yang dibiayai Dana Desa tersebut tanpa sentuhan tangan-tangan hukum, untuk mengungkap berbagai persoalan aspek hukum, baik itu dilihat dengan perspektif Hukum perencanaan, Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Tindak Pidana Korupsi, maka selamanya tidak akan pernah dapat dimanfaatkan serta hanya akan menjadi lumbung kotor penampungan hasil pemikiran atau niat jahat dan perbuatan pemubaziran uang rakyat untuk kepentingan pribadi secara tidak bertanggungjawab.  

Hanya hukum dengan berbagai aspek dan perspektifnya yang mampu melihat keberadaan  pemikiran kotor yang memanfaatkan kesempatan dengan mengemban hak dan kewenangan atau kekuasaan untuk memproduksi kebijakan guna memperkosa hukum dan/atau konstitusi beserta dengan azaz dan norma ataupun kaidah hukum dalam melakukan pengelolaan dan penggunaan uang rakyat.

Pemanfaatan kekuasaan yang dilakukan dengan berbagai modus operandi yang diantaranya dengan cara mempergunakan dokumen Palsu, serta adanya indikasi rencana penyelengaraan pendidikan dengan tanpa izin atau dengan kata lain layak dikatakan atau dinilai melakukan pemerkosaan terhadap konstitusi. 

Serta hukum pula yang mampu untuk melihat aspek kadar Sumber Daya Manusia di struktur kelembagaan organisasi kekuasaan pada level pemerintahan yang paling rendah tersebut, yang seharusnya berkewajiban mengayomi dan melindungi serta melayani masyarakat, dan tidak memanfaatkan kekuasaan untuk memenuhi kepentingan keserakahan nafsu birahi. 

Dengan penegakan hukum agar benar-benar terwujud secara nyata adagium/pepatah seseorang yang mendapatkan suatu keuntungan juga akan mendapatkan kerugian serta  adagium Hukum boleh tidur akan tetapi hukum tidak pernah mati, dengan perlakuan semua orang sama di depan hukum dan dengan penerapan prinsip apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum serta yang terpenting adalah penerapan quotes sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan (fiat justitia pereat mundus/Fiat justitia ruat coelum).

Persoalan sebagaimana diatas kiranya hanyalah sebagian kecil dari perbuatan dengan naluri kebinatangan yang tercium oleh hukum, tidak menutup kemungkinan hal sedemikian itu masih banyak terjadi dan belum terlihat oleh tajamnya mata pedang keadilan ataupun mata hukum. 

Persoalan tersebut sekaligus merupakan petunjuk berharga bagi Pemerintahan Negara ini untuk sesegera mungkin meninjau kembali regulasi menyangkut tentang Dana Desa dan personal pada struktur kelembagaan pemerintahan tersebut, cukup miris dengan akumulasi anggaran ± Rp. 1,5 Miliar per Desa per tahun saja telah terjadi perbuatan yang harus bersentuhan dengan hukum apalagi jika anggaran tersebut telah mencapai nilai Rp. 5 Miliar per desa pertahun pada massa- massa yang akan datang. 

Kejadian sebagaimana diatas kiranya menunjukan sinyalement Pemerintahan Daerah setempat bersama dengan Institusi Pemerintah dalam hal Pemberdayaan Masyarakat dan Desanya telah gagal melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana sumpah jabatan dan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Disamping meninjau kembali regulasi dan personalisasi struktur kelembagaan pemerintahan desa, Pemerintahan Pusat juga wajib meninjau kembali keberadaan Dinas Pemberdayaan Masyarakat/Desa dengan melakukan Audit Investigasi pada setiap instansi Pemerintah tersebut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, guna mendapatkan kesimpulan untuk mengevaluasi azaz manfaat keberadaan Instansi Pemerintahan tersebut, atau setidak-tidaknya mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan perlukah pejabat Daerah/Negara pada Instansi tersebut dipertahankan?.(Penulis Adalah -Direktur Eksekutif LSM Sembilan) 

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar