Manusia Karbitan



Oleh: Jamhuri

Terhitung sejak terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap sebagian besar atau hampir keseluruhan Anggota DPRD Provinsi Jambi pada beberapa waktu yang lalu, yang dilanjutkan dengan adanya perbuatan yang terindikasi penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktive. 

Tidak hanya berhenti sampai disitu perbuatan yang menodai kehormatan dan kredibilitas pemegang hak perwakilan rakyat berlanjut dengan adanya suatu perbuatan yang layak untuk dipandang sebagai tindakan kekerasan psikis.

Tindakan terhadap demonstran yang dilakukan oleh Ketua DPRD Provinsi Jambi beberapa hari yang lalu, membuat lembaga negara tersebut tidak akan pernah lepas dari hantaman badai Etika dan Moralitas yang menimbulan penilaian miring atau preseden jelek atau penilaian jelek (Negative Thinking), terhadap anggota perwakilan rakyat.  

Sepertinya badai tersebut merupakan suatu isyarat dari Tuhan Yang Maha Esa yang berguna untuk memberikan petunjuk kepada masyarakat awam ataupun bagi kalangan umum yang bisa berpikir bahwa terdapat sesuatu yang salah ataupun keliru dalam pendelegasian kekuasaan melalui pesta demokrasi atau pada proses pemilihan umum.

Secara normative berlaku kaidah bahwa kwalitas pemimpin cerminan kwalitas rakyatnya, yang dapat diartikan bahwa prilaku masyarakat telah salah memilih dan dilakukan dengan cara yang salah, atau adanya sesuatu isyarat dari alam yang memberi petunjuk bahwa benar-benar telah terjadi politik transaksional atau jual beli suara dimana penentuan pilihan lebih disebabkan dengan motivasi materialistis, memilih siapa yang bayar bukan siapa yang benar.

Kekeliruan pandangan politik yang menghasilkan suatu keadaan dengan melahirkan pasangan duet Manusia Gagal dengan Manusia Karbitan yang menguasai dan/atau memiliki kesempatan menghancurkan integritas dan akuntabilitas serta kredibilitas lembaga tempat berkumpulnya suara rakyat yang pada kenyataannya berisikan segelintir bajingan birokrasi atau sekelompok manusia yang tidak memiliki etika atau dengan kwalitas moralitas rendahan.  

Sepertinya kesalahan dalam memilih wakil yang akan diberikan amanah ataupun mandat yang dilakukan oleh masyarakat kembali terlihat dengan jelas pada video singkat tentang sikap atau tata cara seorang wakil rakyat yang sekaligus mewakili para wakil rakyat yang lainnya dengan kafasitas sebagai Ketua DPRD yang beredar di dunia maya khususnya pada media sosial yang dinilai oleh warga net dari berbagai element sosial sebagai sesuatu tindakan amoral atau tidak beretika.

Penilaian tersebut bukanlah tanpa alasan karena video tersebut jika dilihat atau ditinjau dengan menggunakan perspektive semiotika (ilmu ketandaan) memperlihatkan adanya bahasa dengan gestur dan perubahan ekspresi tubuh yang mengiringi terlontarnya ucapan dengan penggalan kalimat yang lazimnya digunakan didunia kriminal dengan pesan diri sebagai seorang paling jago dan paling berkuasa. 

Bahasa tubuh (body language) merupakan alat komunikasi nonlinguistik yaitu komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata), dengan diantara pesan yang disampaikan berupa keinginan agar terlihat lebih kharismatik, dan dipatuhi serta dipenuhi segala perintah dan keinginannya. 

Dalam perspektif atau kajian semiotika (ilmu ketandaan) diatas, bahasa tubuh dianggap sebagai sistem tanda yang kompleks dan fasilitas komunikasi yang mendalam. Secara esensial, setiap gerakan, ekspresi wajah, atau postur dan gestur tubuh diartikan sebagai tanda-tanda yang membawa makna tertentu.

Contoh nyata dari kompleksitas bahasa tubuh ini adalah gestur, yang mampu berfungsi sebagai ikon atau simbol. Sebagai ikon, gestur mungkin merupakan representasi langsung dari konsep atau situasi tertentu. Oleh karena itu, ketika seseorang menggunakan bahasa atau ekspresi tubuh, mereka tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menciptakan arti dan makna di dalamnya.

Defenisi lain yang dikemukakan oleh Richard E Potter dan Larry A Samovar menjelaskan bahasa tubuh sebagai suatu proses pertukaran gagasan serta pikiran untuk menyampaikan pesan dengan menggunakan isyarat, ekspresi wajah, sentuhan, gestur, pandangan mata, suara, serta gerakan tubuh.

Video tersebut mengingatkan khalayak ramai (publik) tentang kebiasaan salah dalam upaya memperoleh keuntungan dengan menggunakan zat kimia bernama karbit ( Kalsium Karbida) semacam benda yang fungsinya untuk mempercepat proses atau memaksa buah mentah agar cepat berubah menjadi masak.

Sebagai suatu upaya yang dapat dikategorikan sebagai tindakan jahat yaitu tindakan dengan tanpa memperhatikan dan memperhitungkan kwalitas buah yang dihasilkan serta tidak pula mengindahkan kerugian orang lain sebagai pembeli. Tidak jauh berbeda dengan manusia yang secara psikologi dikarbit agar seakan-akan menjadi sosok tokoh pemimpin besar. Bedanya buah-buahan penkarbitan terhadap buah-buahan dilakukan oleh petani atau pedagang akan tetapi polititkus pembentukan karakteristiknya dilakukan oleh petinggi partai politik yang berkompeten sehingga menjadi Manusia atau Politikus Karbitan. 

Proses penkarbitan yang menghasilkan karakteristik indvidu yang lebih dominan berisikan gejala-gejala Psikologi Sosial diantaranya kekerasan psikis yang merupakan suatu jenis tindak kekerasan yang menyakiti sisi psikologis seseorang, atau suatu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak, lahirnya perasaan tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan psikis dapat memiliki berbagai macam wujud, seperti pengendalian, manipulasi, eksploitasi, penghindaran, atau perendahan harga diri orang lain yang dilakukan dengan cara melontarkan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan bersifat negatif, dan sikap tubuh yang merendahkan dan memiliki dampak bagi orang yang mengalaminya atau sebagai korban.

Diantara contoh tindak kekerasan psikis terhadap orang lain, yaitu melakukan: berbagai bentuk pelarangan, eksploitasi, penghinaan, perendahan, tindakan atau mengatakan ucapan yang merendahkan, tindakan manipulatif (memanipulasi orang lain), pengendalian terhadap orang lain,  tindakan pemaksaan; dan berbagai tindakan lainnya yang menyakiti psikologis manusia.

Kekerasan psikis dapat pula disebabkan karena sudah adanya tradisi kekerasan dalam suatu lingkungan. Kekerasan yang disebabkan karena tradisi sangat sulit untuk dihilangkan, sehingga akan terus berlanjut ke generasi selanjutnya.

Secara yuridis kekerasan psikis diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat seseorang. Dalam konteks dunia politik tindakan kekerasan psikis mempengaruhi Politik berintegritas yang merupakan prinsip membangun sistem politik yang sesuai dengan nilai-nilai integritas. 

Politik tersebut berisikan Prilaku berintegritas yaitu prilaku semata-mata karena tindakan yang dilakukan itu benar dan tetap akan diambil meski tidak ada satupun yang mengawasi. Dengan kata lain, orang yang memiliki integritas adalah orang yang tindakan atau prilakunya dibimbing atau dipandu oleh serangkaian prinsip-prinsip utama (core principles) yang mendorongnya bertindak secara konsisten demi mencapai standar atau ukuran yang tinggi atau lebih baik. 

Modul bertajuk Menjadi Politisi Berintegritas merilis suatu pengertian yang menyatakan "Integritas pejabat publik dipahami sebagai sikap jujur dan sungguh-sungguh untuk melakukan yang benar dan adil dalam setiap situasi sehingga mempertajam keputusan dan tindakannya dalam rangka pelayanan publik."  

Adapun, integritas dalam bahasa Latin berasal dari kata sifat integer artinya tidak rusak, murni, utuh, jujur, lurus, dan dapat dipercaya. Haryatmoko mengemukan pandangan dengan ungkapan Oleh karenanya, integritas pribadi sangat menentukan pembentukan integritas publik ataupun integritas dalam mengemban jabatan publik. Dimana Integritas pribadi dipertaruhkan ketika berhadapan dengan janji dan mengambil keputusan dalam kerangka pelayanan publik. 

Integritas itu sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan ataupun dapat dianggap sebagai ruhnya Etika. Lebih lanjut Haryatmoko menambahkan etika keutamaan yang merupakan dasar integritas pribadi belum cukup untuk menjamin integritas publik, untuk itu maka infrastruktur etika dalam organisasi pelayanan publik sangat diperlukan karena menopang dan menguatkan niat baik.  

Mengutip dari yang tertulis di dalam makalah A Conceptual Framework of Integrity (2008), Antoni Barnard, Willem Schurink, dan Mariè de Bee menjelaskan bahwa integritas memiliki dua fungsi, yaitu fungsi kognitif dan fungsi moral. 

Pertama, fungsi kognitif (pola pikir, peta kognitif) berkaitan kecerdasan moral, pemahaman diri, pengetahuan tentang diri terhadap suasana yang buruk yang tidak boleh dilakukan dan refleksi diri mengenai pemahaman diri tentang pertanyaan apakah perbuatan benar atau tidak benar secara etik. Kedua, fungsi afeksi yang berkaitan dengan perasaan senang, perasaan bersalah atas tindakan yang dilakukan, dan penghargaan terhadap diri sendiri. 

Adapun terdapat empat nilai-nilai dasar dari integritas. Untuk itu, demi mewujudkan demokrasi yang bersih dari korupsi diperlukan pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas. Secara terminologi integritas dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang mengacu pada self unity yang menampilkan karakter atau moral kejujuran serta dapat menghormati individu dan semua bentuk kehidupannya.

Integritas yang berpengaruh pada kontekstualisasi sistem politik sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Profesor Miriam Buduardjo yang menyatakan bahwa Sistem politik adalah hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen yang secara teratur terkait tentang negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, dan kebijakan serta pendistribusian atau alokasi.

Jadi, Integritas dalam sistem politik adalah karakteristik jujur dan kredibel tanpa adanya inertevensi dari pihak mana pun yang diberlakukan oleh sistem politik yang tidak hanya menyangkut penyelenggaraan negara tapi juga dalam proses pergantian kekuasaan, perumusan kebijakan dan pendistribusian nila-nilai kepada Masyarakat.

Etika memberikan landasan moral bagi praktik politik. Menghapus etika dari ranah kehidupan politik dapat mengakibatkan praktek politik bersifat Machiavellian, di mana politik dianggap sebagai sarana untuk melakukan segala tindakan, baik atau buruk, tanpa mempertimbangkan nilai moral dan norma-norma yang berlaku.


Machiavellian dalam bidang psikologi kepribadian, atau Makiavelisme atau Makiavelianisme adalah sifat kepribadian yang dicirikan dengan sikap manipulasi antar pribadi, ketidak acuhan terhadap moralitas, kurangnya empati, dan fokus strategis pada kepentingan diri sendiri.

Sebagai filsafat tentang kenegaraan dan pemerintahan yang dicetuskan oleh Nicollo Machiavelli, aliran ini menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan demi pemerintahan dan negara, apapun itu, adalah sah dan baik untuk dilakukan. Oleh sebab karena itu aliran Machiavellisme menjadi dasar sebuah pemerintahan yang absolut dan otoriter.

Meskipun Machiavellian tidak dianggap sebagai gangguan mental akan tetapi Machiavellian sering dikaitkan dengan sifat-sifat gelap, bersamaan dengan sub klasifikasi paham narsisme dan psikopati, sebagai pembentuk apa yang dikenal sebagai "dark triad", yaitu istilah dalam psikologi yang merujuk pada tiga jenis kepribadian negatif manusia, yaitu narsisme, psikopati, dan Machiavellianisme. Seseorang dengan kepribadian ini biasanya tidak bisa berempati dan hanya mementingkan dirinya sendiri. 

Istilah itu pertama kali dikenal pada tahun 2002 dan dicetuskan oleh Delroy L. Paulhus dan Kevin M. Williams untuk menggambarkan 3 kepribadian yang dipandang negatif. Orang yang memiliki kepribadian dark triad dapat terlihat humoris dan mudah bergaul. Namun, karakter tersebut sebenarnya ditujukan untuk memanipulasi orang lain. 

Seseorang dengan faktor kejiwaan dark triad bisa dengan sengaja melakukan tindakan negatif, seperti berbohong atau melakukan bullying kepada orang lain, untuk mendapatkan ketenangan diri, dan diduga terjadi akibat kondisi yang tidak stabil pada masa kecil. Selain itu gejala kejiwaan tersebut juga bisa ditemukan bersama gangguan kepribadian lain, seperti antisocial personality disorder dan narcissistic personality disorder.

Diantara penyebabnya yaitu: kurang mendapat kasih sayang pada masa kanak-kanak atau usia dini, mengalami kekerasan baik secara fisik maupun verbal dalam rumah tangga, mengalami pelecehan pada masa kecil, merasa kesulitan untuk membangun hubungan yang sehat dengan orang lain, kurang merasa dihargai, tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang tua saat masih anak-anak, memiliki orang tua atau anggota keluarga dengan kepribadian sejenis. 

Seseorang dengan dark triad memiliki karakteristik dari kepribadian narsisisme, psikopati, atau Machiavellianisme. Ada yang hanya menunjukkan karakteristik dari salah satu kepribadian tersebut, tetapi ada juga yang menunjukkan ketiganya sekaligus.

Meski memiliki kepribadian negatif, seseorang dengan dark triad bisa terlihat sebagai sosok yang ramah dan mudah berteman. Namun, sifat demikian bukanlah ditujukan untuk menjalin hubungan sosial, melainkan untuk memanipulasi orang lain agar tujuan pribadinya tercapai.

Secara normative dapat ditarik kesimpulan pengidap Dark Triad ataupun Machiavellian adalah termasuk kategori manusia karbitan, dan kesalahan fatal dalam menentukan pilihan bukanlah tanggungjawab masyarakat akan tetapi terletak dipundak penguasa partai yang salah memilih sosok yang diusung untuk mewakili partai.(Penulis Adalah Direktur Eksekutive LSM Sembilan)

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar