J24, Jambi - Penampakan ataupun tampilan pada latar belakang tulisan ini bukan lah merupakan suatu fakta nyata tentang bagaimana lusuhnya dan rapuhnya kain bendera di depan hidung pejabat akan tetapi lebih mengarah pada petunjuk tentang betapa rendahnya kwalitas kesadaran hukum dari Pejabat Daerah yang ada di lingkungan Sekretariat Pemerintah Darah Provinsi Jambi.
Akan tetapi merupakan bahasa teguran yang diberikan oleh alam atau suatu petunjuk alam yang memberikan petunjuk bahwa salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada pada Dinas Perhubungan Provinsi Jambi diisi oleh orang-orang yang tidak mengerti dengan bentuk serta paham yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Negara Hukum (rechtstaat), yang di dalam organnya terdapat prinsip fiksi hukum.
Pesan moril berikutnya berisikan petunjuk bahwa baik UPTD maupun Dinas Perhubungannya berisikan sosok-sosok manusia kebal hukum yang sama sekali tidak mengerti dan memahami tentang Pancasila dan Simbol Negara, atau setidak-tidaknya kondisi physik dari kain bendera tersebut memberikan gambaran bahwa kesadaran berbangsa dan bernegara serta mencintai dan menghargai lambang negara dari sejumlah oknum Pejabat telah terkikis habis tidak berbekas.
Hukum tidak lagi dijadikan sebagai alat sosial kontrol (Law as a tool of social engineering) dan azaz atau prinsip fiksi hukum sepertinya tidak lebih berharga dibandingkan kain bendera yang dengan sengara dibiarkan berkibar hingga lapuk dan lusuh sebagaimana pada gambar latar belakang tulisan ini.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa perbuatan melawan hukum berupa penghinaan terhadap simbol negara tersebut telah berlangsung lama dan telah dengan sengaja dibiarkan yang lebih disebabkan oleh perasaan kebal hukum atau besar kemungkinan sama sekali tidak lagi peduli dengan simbol negara.
Merujuk pada aturan peralihan akan selalu memberikan penekanan tentang pemberlakuan fiksi hukum artinya setiap orang mengerti dan mengetahui serta memahami ketentuan yang berlaku, frasa setiap orang berarti semua warga negara atau tidak ada pengecualian berdasarkan status sosial akan berlaku ketentuan yang disyahkan dan diundangkan tersebut.
Bertolak dari fiksi hukum dalam menilik kondisi lusuh dan rusaknya kain bendera tersebut menunjukan adanya kesengajaan melakukan perbuatan melawan hukum berupa penghinaan terhadap simbol negara sebagaimana yang telah diatur dengan ketentuan sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Antara lain seperti ketentuan Pasal 7 ayat (1), dengan amanat: Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana diatur Pasal 13 ayat (1) yang menetapkan bahwa Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara.
Ketentuan tentang larangan yang disesuaikan dengan penerapan prinsip fiksi hukum ditetapkan dengan pemberlakuan ketentuan Pasal 24 huruf c Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 yang dimaksud dengan amanat: Setiap orang dilarang: c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam.
Konsekwensi daripada perbuatan terlarang sebagaimana diatas adalah merupakan tindakan Pidana dengan ancaman hukuman sebagaimana ketentuan Pasal 67 huruf b Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 yang dimaksud dengan amanat: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: b. dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c.
Jika penanganan ataupun proses penegakan hukum terhadap persoalan diatas dianggap sebagai tindakan hukum yang membutuhkan laporan atau dipandang sebagai delik aduan maka sebagai seorang warga negara saya akan melaporkan hal tersebut secara resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH). (J24/ Jamhuri-Direktur Eksekutive LSM Sembilan)
0 Komentar