Warga Muarojambi Unjukrasa di Mapolda Jambi, Minta Tindak Mafia Tanah

Ratusan warga Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, menggelar unjukrasa di depan Mapolda Jambi, Senin (30/6/2025). (IST)

Jambi, J24-Ratusan warga Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, menggelar unjukrasa di depan Mapolda Jambi, Senin (30/6/2025). Mereka menyuarakan pengusutan dugaan mafia tanah yang menyeret nama Kepala Desa Pulau Mentaro (Pulmen).

Dalam orasi warga, merasa tanah leluhur mereka dicaplok secara sepihak. “Kami bukan pencuri, kami pemilik sah lahan ini! Kami punya sporadik sejak 2012. Tapi malah sekarang tanah kami disertifikatkan atas nama orang lain,” teriak salah satu warga dalam orasinya.

Dalam aksi damai tersebut, warga menyampaikan lima tuntutan utama:

1.Usut dugaan pemalsuan dokumen: Mereka meminta penindakan terhadap pemalsuan yang digunakan untuk menggugat lahan warga. 

2.Lindungi hak masyarakat Desa Puding: Tanah itu adalah sumber penghidupan yang dikelola secara sah.

3.Hentikan kriminalisasi 7 warga: Proses hukum terhadap warga yang sudah berdamai harus dihentikan, karena telah ada ganti rugi dan berita acara resmi dari Pemkab Muaro Jambi.

4.Tindak mafia tanah: Warga meminta Polda segera menindaklanjuti laporan dugaan mafia tanah yang masuk.

5.Tangkap Kades Pulau Mentaro bila terbukti: Jika ada keterlibatan langsung dalam mafia tanah, warga mendesak aparat untuk bertindak.

Warga menyebut, oknum Kepala Desa Pulau Mentaro diduga menerbitkan sertifikat atas nama warga desa lain, seperti Irda Mayasari dan Masril, tanpa proses komunikasi atau persetujuan dengan warga Desa Puding yang telah mengelola lahan tersebut selama puluhan tahun.

Koordinator Aksi dan Staf Advokasi Perkumpulan Hijau, Njah Dodih menyebutkan, permasalahan ini mencuat sejak diterbitkannya Peraturan Bupati Muarojambi Nomor 16 Tahun 2018. 

Dalam Perbup tersebut, terjadi ketidaksesuaian antara peta batas wilayah administrasi dengan kondisi di lapangan. Lahan yang selama ini dikelola oleh warga Desa Puding melalui Koperasi Bina Bersama justru dimasukkan ke wilayah administratif Desa Pulau Mentaro.

"Padahal, lahan tersebut merupakan bagian dari kemitraan dengan PT Sawit Mas Plantation sejak 2012 dan secara nyata telah diolah serta dijaga oleh masyarakat Desa Puding,"katanya.

Melalui advokasi Perkumpulan Hijau, warga melakukan pemetaan ulang dan menemukan adanya ketimpangan antara dokumen peta dan bukti-bukti lapangan.

“Fakta di lapangan tidak sesuai dengan peta. Kita punya dokumen sah, bahkan bukti penggunaan nyata. Peta dalam Perbup itu bermasalah,” jelas Njah Dodih.

Warga Desa Puding kini menunggu, apakah hukum akan berpihak pada mereka yang menjaga tanah secara turun-temurun, atau kepada mereka yang menyalahgunakan wewenang.

“Kalau aparat diam, ini bisa jadi preseden buruk. Desa-desa lain pun bisa jadi korban selanjutnya. Jangan biarkan hukum kalah oleh kuasa,” kata Njah Dodih. (J24-Red)

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar