Absurditas Legitimasi Kebijakan Sesat Pikiran


Oleh: Jamhuri

Sejumlah polemik terlahir dan tercipta sepertinya lebih disebabkan oleh adanya kebijakan publik (Public Policy) yang dibuat Pemerintahan Provinsi yang dinilai jauh dari konsep Azaz-Azaz Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Dimana pemilik idea atau inisiator serta pihak yang terlibat dan berhubungan secara langsung dengan kegiatan perencanaan kegiatan Pembangunan infrastruktur dengan methode pelaksanaan tahun jamak (Multy Years) yang dibiayai dari dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi tiga tahun berturut-turut yang mencapai nilai Rp. 1,5 Triliun.

Triliunan Rupiah uang rakyat digunakan hanya berdasarkan intuisi belaka atau tidak didasarkan pada logika serta bukti empiris menyangkut tentang segala sesuatu yang berhubungan erat atau berkaitan dengan segala sesuatu kegiatan yang direncanakan yang salah satunya yaitu dampak dari adanya pandemi Covid 19.

Dengan salah satu dampaknya yaitu terjadinya penurunan yang amat signifikan atau drastis terhadap nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai terjadi akhir bulan 2 (Dua/ februari) tahun 2022 dimana virus covid-19 saat itu sudah menyebar dan menciptakan rasa takut di seluruh dunia, akan tetapi tidak dengan Pemerintahan Provinsi Jambi.  

Disinilah salah satu tempat terletaknya Absurditas Kebijakan Sesat Pikiran atau mengalami gangguan jiwa tersebut. Dimana Pemerintahan Provinsi Jambi saat itu terkesan telah dengan sengaja melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi kekuasaan yang seakan-akan dijadikan sebagai kegiatan kejar tayang bayar hutang politik kekuasaan Oligarki.  

Kebijakan penganggaran tersebut jika dilihat dari perspektif pemikiran Plato yang melihat manusia secara dualistict sepertinya patut diduga kuat untuk diyakini merupakan sosok yang tidak sempurna atau mengalami cacat atau gangguan jiwa ataupun mengalami disabilitas mental.   

Dalam pandangan Plato (427-348) menyebutkan bahwa jiwa manusia dilihat secara dualistik, mempunyai tiga fungsi (kekuatan) yang salah satunya yaitu logystikon (berpikir/rasional). 

Dalam konteks kebijakan ambisius tersebut (Multy Years) sepertinya Pemerintahan Provinsi Jambi telah benar-benar kehilangan pikiran rasional sebagaimana konsep diatas.  

Kebijakan anggaran super jumbo tersebut terkesan seperti dipaksakan yang seakan-akan sebagai langkah dan upaya pemenuhan atas kewajiban bayar hutang yang jatuh tempo dan tidak sama sekali menggunakan prinsip-prinsip dasar penganggaran keuangan negara/daerah, sebagaimana yang telah diatur dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Ketentuan pasal tersebut dengan tegas mengatur bahwa pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Prinsip yang seiring dan senada dengan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang setidak-tidaknya tercantum dalam 7 (Tujuh) Undang-Undang, yaitu: Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara . 

Selanjutnya Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 

Terlepas dari persoalan fiksi hukum (fictie recht), sepertinya Pemerintahan Provinsi Jambi telah dengan sengaja dan secara terang-terangan membuat kebijakan yang tidak masuk akal (absurd) serta bertentangan dengan amanat konstitusional yang telah diatur secara eksplisit dengan ketentuan pada 12 (dua belas) pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yaitu Pasal 1, 5, 7, 8, 9, 10, 24, 31, 39, 52, 66, dan Pasal 87. 

Selain itu, UU tersebut juga menempatkan AUPB sebagai norma yang terbuka, artinya Undang-Undang tetap mengakui kekuatan mengikat dari AUPB yang tidak tertulis.

Dalam konteks penganggaran untuk membiayai kegiatan Multy Years tersebut sepertinya Pemerintahan Provinsi Jambi sedang mengalami gangguan jiwa dimana sepertinya para pembuat kebijakan telah dengan sengaja mengangkangi dan/atau melakukan suatu perbuatan melawan hukum dan/atau bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Administrasi Pemerintah dimaksud yang secara tegas mengatur bahwa syarat sahnya sebuah Keputusan didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan AUPB.

Satu hal yang benar-benar perlu dikaji lebih mendalam agar dapat diketahui dengan kepastian hukum sejauh mana pelaksanaan penyusunan Studi kelayakan atau Feasibility Studies (FS) dan/atau perencanaan, dapat dibenarkan serta sejauh mana keterlibatan masyarakat di dalam perencanaan, Amdal dan legalitas atau alas hak lahan atau tanah yang akan dipergunakan dalam kegiatan pembangunan Stadion Internasional di Pijoan. 

Belum lagi jika dikaji secara mendalam dengan menggunakan perspektive Analisis Dampak Lalulintas (Andalalin) untuk melihat secara riil sejauh mana kegiatan tersebut telah dipikirkan secara rasional dengan menggunakan AUPB dan tanpa diiringi kepentingan terhadap pemenuhan keingingan nafsu birahi kekuasaan dan stratifikasi sosial.

Sepertinya dokumen perencanaan dan beserta dokumen pendukung lainnya seperti Amdal dan Andalalin serta alas hak ataupun legalitas atas tanah dimaksud hanyalah setumpuk formalitas untuk sekedar mendapatkan legitimasi klise dan usang atau seakan-akan hanyalah berdasarkan pada sebuah retorika tanpa diiringi dengan adanya sikap skeptisisme (keragu-raguan).

Skeptisisme yang didasari dengan kegagalan dalam menginterpretasikan logika sebagaimana pendapat George F. Kneller, dalam bukunya “Logic and Language of Education” (1966:13) yang mengartikan logika sebagai suatu penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir yang benar, hingga patut dinilai bahwa Pemerintahan Provinsi Jambi telah dengan sengaja mengabaikan prinsip bahwa hukum adalah nilai yang diprioritaskan (value’s priority) atau summum bonum (keutamaan nilai).

Pemerintahan Provinsi Jambi terkesan telah dengan sengaja melupakan norma dan etika dalam berlogika dimana salah dalam berlogika maka berindikasi merupakan kesesatan berpikir dan bernalar yang outputnya tidak melahirkan nilai kebenaran melainkan sebaliknya atau suatu kesimpulan yang sesat dan jahat.

Berlogika harus disesuaikan dengan kontennya terhadap sesuatu yang ingin disimpulkan. Jika yang ingin disimpulkan outputnya adalah dalam ranah Konstruksi atau Tekhnokrat, maka bahan baku logikanya haruslah ilmu Konstruksi atau Arsitektur.

Disiplin Ilmu  yang diterapkan baik dari segi perspektif keilmuan, perspektif normatif, dan perspektif empiris serta dari perspektif filosofis atau dengan kata lain bukan berdasarkan perspektive, prinsip, azaz, norma serta filosofis Ilmu Pendidikan ataupun Ilmu Alam dengan tanpa memandang apapun bentuk gelar akademik yang disandang oleh pengguna logika atau pikiran. 

Merujuk pada pendapat Thalib Thahir A.M yang mengartikan bahwa logika ataupun mantiq, sebagai suatu ilmu untuk menggerakkan pikiran manusia kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suara kebenaran (1966:16). Sepertinya hal ini yang mengharuskan Pemerintah Provinsi Jambi kembali ke bangku sekolah untuk mempelajari cara berpikir yang baik dan benar serta tepat. Secara gramatikal logika diartikan selalu tentang kesahihan, kebenaran dan validitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan.

Artinya logika adalah merupakan suatu instrumentarium berpikir dan bernalar dalam rangka penarikan suatu konklusi (kesimpulan) yang dapat diterima kebenarannya dalam konteks yang ilmiah, karena dilakukan secara metodologis dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan science and knowledge yang tepat dan benar.

Munir Fuady (2007:23), mengemukakan pendapat bahwa logika berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran merupakan suatu bentuk dari pemikiran. Penalaran bergerak dari suatu proses yang dimulai dari suatu penciptaan konsep (conceptus), kemudian diikuti oleh suatu pernyataan (propositio), selanjutnya diikuti oleh penalaran (ratio cinium/reasoning). 

Dari sini dapat dibenarkan pendapat yang memandang bahwa APBD yang digelontorkan pada kegiatan pembangunan infrastruktur dengan methode Multy Years teramat sangat mahal jika diukur dengan harga material konstruksi, akan tetapi sangat minim apabila dana senilai satu setengah triliun rupiah dilihat dengan menggunakan Nalar dan Logika yang mengalami kecacatan serta mengalami Sesat Pikiran dalam memenuhi keinginan.

Dalih dan dalil yang dibuat seakan-akan menempati ruang logika akal sehat tanpa gangguan jiwa dengan berpura-pura seakan mengerti dan memahami etimologi dan beserta epistomolgi indikator alami seperti air, atau tentang salah dan teledor dari seseorang demgan latar belakang Ilmu Pendidikan dan Ilmu Alam mampu membuat semakin panggung orkestrasi kepentingan mempertahankan kekuasaan.  

Merujuk pada kajian semiotik (pertanda) baik sebagian maupun secara keseluruhan dalih dan dalil tersebut adalah merupakan pemberian warna indah pengakuan pada sebuah pertunjukan pragment panggung pertunjukan Cacat Nalar dan Cacat Logika beserta Sesat Pikiran dalam memenuhi keinginan dengan berdalihkan kebutuhan dan serta mengatasnamakan kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi pada suatu organisasi kekuasaan.
 
Kealpaan ataupun kelupaan akan diri atau ketidak mampuan mengenali diri sendiri (gnothi seauton) yang menurut pendapat Socrates manusia adalah makhluk yang berpikir dan memiliki kemampuan untuk mencari kebenaran melalui penalaran dan dialog. Socrates percaya bahwa kebahagiaan dan kebajikan dicapai melalui pengetahuan diri dan pemahaman tentang prinsip-prinsip moral

Bertolak dari situ kegiatan Multy Years sebagai penghisap APBD dan serta Pengangkatan Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi adalah suatu bentuk dari upaya terang-terangan memperlihatkan penampakan (appearance) kebijakan kontroversial yang dijadikan sebagai rahim subur bagi tumbuh kembangnya embrio kegaduhan polemik kekuasaan.

Polemik yang justru menempatkan pihak-pihak berkompeten pembuat kebijakan dan serta berada pada ruang lingkup penggunaan APBD berada pada posisi penilaian yang bersifat negative sebagaimana bunyi pepatah latin yang menyatakan bahwa Manusia adalah Srigala bagi Manusia lainnya (Homo Homini Lupus). 

Dengan mempergunakan azaz Causalitas (hubungan sebab-akibat) dan dapat disimpulkan polemik kegiatan Multy Years tidak tercipta atau disebabkan oleh kegagalan kontstruksi sebagaimana defenisi yuridis pada regulasi tentang Jasa Konstruksi akan tetapi disebabkan oleh sesat pikiran yang mengandung cacat nalar, cacat logika dan pandangan rendah terhadap penegakan hukum (law enforcement) yang seakan-akan hukum hanyalah sebuah fatamorgana ataupun ilusi serta lupa diri.(Direktur Eksekutive LSM Sembilan).

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar