Jambi, J24-CV. WAY SALAK yang ditetapkan oleh ULP Kota Jambi sebagai pemenang tender pekerjaan pembangunan jembatan di Jalan Sari Bakti, diduga SBU Bidang Konstruksi Bangunan Sipil Jembatan, Jalan Layang, Fly Over, dan Underpass bermasalah.
Direktur CV Intan Bangun Persada Sabar Siagian mengatakan, Tenaga Ahli Perusahaan atau Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK adalah pegawai P3K yang bernama Jodie Hidayah.
"Kami mengecek Link LPJK, tertulis nama Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK adalah benar bernama “Jodie Hidayah” yang merupakan pegawai P3K di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Jambi, "tandasnya.
Lebih lanjut Sabar Siagian mengatakan, karena Tenaga Ahli Perusahaan atau Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK yang merupakan pegawai P3K yang bernama Jodie Hidayah, maka penetapan CV. WAY SALAK sebagai pemenang tender pekerjaan Pembangunan Jembatan Jl. Sari Bakti Harus dibatalkan dan diproses hukum sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku termasuk ULP Kota Jambi harus diproses hukum dan Pejabat terkait lainnya.
Kata Sabar Siagian, sanggahan CV Intan Bangun Persada kepada ULP Kota Jambi yang menetapan CV. WAY SALAK sebagai pemenang tender pekerjaan Pembangunan Jembatan Jl. Sari Bakti, dimana Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK tersebut berstatus pegawai P3K.
"ULP Kota Jambi hanya menjawab “Terkait Tenaga Ahli CV. Way Salak dapat kami sampaikan bahwa pada Isian Kualifikasi yang disampaikan sesuai ketentuan persyaratan dokumen pemilihan,” katanya tanpa rasa malu.
"Terkait jawaban ULP Kota Jambi tersebut, apabila dalam dokumen tender nama Tenaga Ahli Perusahaan atau Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK bukan bernama Jodie Hidayah atau menggunakan nama orang lain, berarti terjadi editan, oleh karena itu aparat terkait harus bergerak cepat untuk menyelidiki Penanggung Jawab Teknis Usaha (PJTBU) CV. WAY SALAK tersebut, "ujar Sabar Siagian.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelaksanan tender proyek hanyalah formalitas di Dinas PUPR Kota Jambi, karena sebelum tender sudah ditentukan pemenangnya.
Jika pesanan tak dipenuhi, lelang bisa saja dibatalkan sepihak oleh pihak pengadaan. Dugaan praktik ini ditengarai berjalan secara TSM Terstruktur, Sistematis, dan Masif. Pola pengondisian serupa juga disebut terjadi dalam kasus pengadaan proyek Dinas PUPR Kota Jambi.
Pelaksanaan tender pekerjaan Pembangunan Jembatan Jl. Sari Bakti hanya formalitas, karena pemenang proyek diduga telah dikondisikan jauh sebelum pengumuman lelang. Skema ini memperkuat dugaan bahwa proses tender LPSE sekadar alat legalitas palsu yang menutupi praktik gratifikasi, suap, hingga pencucian uang.
Kalau pemenang tender ditentukan bukan berdasarkan evaluasi objektif, melainkan atas dasar pesanan elite, itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. Jika aliran dana proyek digunakan untuk membayar ‘fee pesanan’ atau ‘setoran’, maka itu masuk ranah pencucian uang. Ada unsur kejahatan berlapis di sana.”
Jangan biarkan LPSE hanya jadi alat legalisasi korupsi. LKPP harus buka suara, jangan hanya jadi penonton. Ini ancaman serius terhadap integritas anggaran public. Jika tidak ditindak, praktik kotor ini dikhawatirkan mengakar dan melemahkan sistem pengadaan nasional. Lebih jauh, proyek infrastruktur akan berubah menjadi bancakan kelompok elite politik yang menjadikan uang negara sebagai sumber kekayaan instan.
Persekongkolan Tender
Persekongkolan tender dalam pedoman Pasal 22 UU 5/1999 oleh KPPU, dijelaskan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai berikut:
1. Persekongkolan Horizontal
Persekongkolan horizontal adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan masing-masing pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. para pelaku usaha bekerja sama untuk memenangkan suatu proyek pemerintah tanpa memperhatikan persaingan yang sehat. Hal ini tentunya memberikan kerugian bagi pelaku usaha lain yang memiliki kompetensi mumpuni untuk dapat memenangkan proyek secara sehat.
2. Persekongkolan Vertikal
Persekongkolan vertikal terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia lelang atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pengusaha. Panitia lelang menggunakan atau menyalahgunakan kewenangannya untuk mengambil keuntungan melalui kerjasama dengan salah satu pelaku usaha peserta untuk memenangkan tender pemerintah. Hal ini tentu sangat disayangkan karena pemerintah yang diwakili panitia lelang harus adil dan transparan kepada semua pihak, baik pelaku usaha maupun panitia.
3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal
Persekongkolan jenis ini adalah persekongkolan yang terjadi antara panitia lelang atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pengusaha dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini melibatkan beberapa pelaku usaha peserta tender sehingga sejak awal sudah diketahui siapa pemenangnya. Secara umum, bentuk persekongkolan ini dapat disebut sebagai kecenderungan fiktif dimana tender ini hanya formalitas atau secara administratif dilakukan secara tertutup.(J24-Red)
0 Komentar