![]() |
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Al Haris yang juga Gubernur Jambi saat menemui Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa, di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). (IST) |
Jambi, J24-Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Al Haris yang juga Gubernur Jambi menyesalkan kebijakan pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) dalam APBN 2026 yang mencapai mencapai Rp226,9 triliun. Pemangkasan TKD itu memicu gelombang protes dari para kepala daerah.
Langkah itu dinilai sebagai titik balik desentralisasi fiskal, bahkan dianggap mengarah kembali ke pola sentralisasi ala Orde Baru. Puluhan kepala daerah yang datang menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyuarakan keresahan atas pemangkasan TKD yang mencapai Rp226,9 triliun, dari Rp919,9 triliun tahun ini menjadi hanya Rp 692,9 triliun pada 2026. Mereka khawatir kebijakan ini akan memukul kemampuan fiskal daerah dan mengancam semangat otonomi yang menjadi hasil reformasi 1998.
Hal itu terungkap saat Anggota Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). Daerah tentu banyak sekali yang merasakan dampak dari pemotongan TKD itu, di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar belanja pegawai, besar sekali.
"Apalagi ada keharusan membayar P3K dan sebagainya. Nah, ini luar biasa berdampak terhadap APBD 2026. Desentralisasi fiskal merupakan amanat UU Otonomi Daerah pascareformasi, yang memberi kewenangan kepada daerah untuk mengelola anggarannya sendiri. Namun, sejumlah ekonom menilai, implementasinya belum sepenuhnya optimal, terbukti dari maraknya kasus penyalahgunaan anggaran daerah serta kapasitas fiskal yang masih timpang,"ujar Al Haris.
Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mencatat, hingga 2024 masih ada 166 kabupaten dan kota dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bawah Rp100 miliar. Menanggapi protes itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui adanya persoalan dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Ia menegaskan, langkah efisiensi dilakukan agar daerah memperbaiki tata kelola keuangannya.
“Desentralisasi enggak jelek-jelek amat, tapi pelaksanaan selama kemarin-kemarin mungkin ada kesan kurang bagus. Ada kesan ya, saya enggak tahu [aslinya],” ujar Purbaya.
Dia menekankan, perbaikan tata kelola fiskal menjadi kunci agar pemerintah pusat dan DPR tidak segan menaikkan kembali dana transfer ke daerah. “Kalau realisasi belanja dan tata kelolanya baik, tentu DPR akan lebih mudah menaikkan TKD lagi,” ujarnya.
Purbaya menambahkan, evaluasi akan dilakukan pada kuartal II/2026, dan jika penerimaan pajak meningkat, alokasi TKD bisa kembali dinaikkan.
Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman Hairul menilai kebijakan pemangkasan TKD berpotensi melemahkan kemandirian fiskal daerah. Menurutnya, langkah pemerintah pusat justru mengingatkan pada pola pikir sentralistik seperti masa Orde Baru.
“Kebijakan ini mengacak-acak prinsip fundamental desentralisasi fiskal yang dikenal dengan istilah money follows function. Kalau kewenangan tetap besar tapi dana dipotong drastis, itu kontraproduktif,” ujar Hairul, Senin (6/10/2025).
Ia menegaskan, jika program-program strategis seperti pembangunan infrastruktur kembali ditarik ke pemerintah pusat, maka fungsi pemerintah provinsi bisa terdegradasi. “Lah ini kan cara berpikir Orba banget dengan sentralisasinya. Kalau begitu hapuskan saja provinsi, cukup K/L dan kabupaten/kota,” pungkasnya. (J24-Red)
0Komentar