Entah disengaja ataukah merupakan suatu kebetulan atau hanya bersifat insidentil atau memang dengan sengaja direncanakan agar polemik paket multy years milik pemerintahan provinsi Jambi senilai Rp. 1,5 Triliun dapat dijadikan sebagai implementasi daripada pandangan ilmia yang bersifat filosofis.
Pandangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Plautus yaitu penulis komedi Romawi yang menggambarkan persamaan atau penyetaraan antara manusia dengan kelompok binatang buas dengan ungkapan Homo Homini Lupus yang berarti Manusia adalah Serigala bagi Manusia lainnya. Selanjutnya ungkapan bernuansakan dengan nuansa filosofis tersebut pada abad ke-17 dipopulerkan oleh Thomas Hobbes seorang filsuf politik bangsa Inggris di dalam karyanya berjudul "Leviathan".
Dari latar belakang status profesi kedua ilmuan dengan nama besar tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ungkapan tersebut merupakan bentuk simbiosis dari adanya suatu proses kegiatan transformasi cara berpikir dari dunia komedi ke dunia filosofi politik, dan proses perubahan sebutan dari manusia sebagai makhluk terhormat berpindah dan bergeser memasuki karakteristik kebinatangan yaitu binatang buas.
Sang filsuf (Hobbes) menggunakan frasa dengan menggunakan binatang buas sebagai ilustrasi guna menggambarkan kondisi alami pikiran manusia yang cenderung kompetitif dan agresif tanpa adanya aturan dan otoritas kekuasaan yang mengatur keinginan mereka. Manusia dapat bertindak dengan tindakan melebihi dari binatang ketika mereka mau memuaskan diri sendiri tanpa mempertimbangkan keberadaan makhluk sesamanya.
Tentunya keduanya (Plautus dan Hobbes) tidak berbicara tentang prilaku dan etika serta moral manusia sebatas hanya pada saat ketika berada diatas panggung komedi ataupun pragmen akan tetapi berbicara lebih jauh membahas tentang keserakahan dan kebiadaban manusia di dalam ruang lingkup kekuasaan, yang disinyalir sebagai pemilik mentalitas ataupun prilaku layaknya seekor binatang buas yang digambarkan sebagai Srigala.
Dalam konteks polemik kegiatan pembangunan infrastruktur dengan methode Multy Years dan dengan merujuk pada kajian Semiotik dalam melihat persoalan kegiatan penggunaan APBD Provinsi Jambi tersebut sepertinya memiliki korelasi ataupun merupakan implementasi dari ungkapan filsuf tersebut.
Signalement daripada indikasi kebiadaban pemerintahan Provinsi Jambi terhadap masyarakat terlihat dari saat pengalokasian anggaran jumbo tersebut bertepatan dengan seluruh mansuia di dunia ini ketakutan dengan dampak negative keberadaan Virus Corona (Covid-19).
Perencanaan kegiatan tersebut seperitnya indentik dengan catatan sejarah peradaban manusia yang telah menunjukkan berbagai contoh soal pemimpin atau negara yang bertindak dengan brutal terhadap rakyat yang seakan-akan dianggap sebagai musuh demi mempertahankan atau memperluas kekuasaan. Tidak sedikit pula para pejabat pemerintah yang tidak kompeten akan mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok mereka sendiri.
Apalagi proses penganggaran untuk kegiatan tersebut terkesan telah dilakukan dengan cara berpura-pura bodoh ataupun tidak mengerti serta memahami frasa “dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif “ sebagaimana penjelasan atas ketentuan Pasal 3 angka (3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Neptisme atau yang juga dikenal dengan sebutan Undang-Undang anti KKN.
Serta dilakukan dengan tanpa memperhatikan ataupun mengindahkan prinsip-prinsip dasar penganggaran yang salah satunya yaitu prinsip kehati-hatian dan/atau telah dengan sengaja melakukan penganggaran dengan cara yang bertentangan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan telah dilakukan dengan menggunakan dalih dan dalil serta dengan mengatas namakan kepentingan hajat hidup orang banyak (masyarakat).
Indikasi kebiadaban dan signalement keserakahan Pemerintahan Provinsi Jambi menjadi semakin terlihat jelas dari penempatan jabatan kepada dinas dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu (basic education) yang tidak memiliki korelasi secara langsung dengan dunia konstruksi dan arsitektur. Tepatnya Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan Magister Sains (M.Si).
Patut diduga kuat untuk diyakini bahwa pemberian hak dan kewenangan yang melekat pada kedudukan dan jabatan tersebut telah sengaja direncanakan guna mengiringi perencanaan paket Multy Years bernilai Triliunan Rupiah yang dilakukan dengan cara melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagai sekumpulan mantra sakti penyelenggaraan organisasi kekuasaan.
Tepatnya suatu perbuatan yang bertentangan dengan azaz profesionalitas sebagaimana yang telah diatur dengan ketentuan Pasal 3 angka (6) Undang-Undang Anti KKN dengan amanat: “Asas-asas Umum penyelenggaraan negara meliputi: (6) Asas Profesionalitas.
Amanat konstitusional yang disertai dengan kalimat yang memberikan penjelasan bahwa: “Yang dimaksud dengan "Azaz Profesionalitas" adalah azaz yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sepertinya baik sebagian maupun secara keseluruhan kebijakan Pemerintahan Provinsi Jambi menyangkut pengalokasian anggaran jumbo yang bersumber dari APBD dan serta pemberian kekuasaan atas seseorang karena ukuran kedekatan emosional adalah suatu perbuatan ataupun tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang secara tegas mengatur bahwa syarat sahnya sebuah keputusan didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan AUPB.
Sepertinya kedua indikator dugaan sebagaimana uraian diatas (penganggaran dan pemberian jabatan) indentik dengan ungkapan yang dicetuskan oleh Thomas Hobbes, yang menyatakan bahwa manusia dapat bertindak melebihi dari binatang ketika mereka mau memuaskan diri sendiri tanpa mempertimbangkan keberadaan makhluk sesamanya.
Walau bagaimanapun gejolak polemik tentang upaya menembus kegelapan tabir-tabir birahi kekuasaan tersebut terjadi akan tetapi jangan pernah lupa untuk mempersembahkan dengan tulus dan dari lubuk hati yang paling dalam ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada sang Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi sebagai penerima pemberian kekuasaan dari sang pengendali kekuasaan.
Dengan merujuk pada azaz Causalitas dan serta dengan memperhatikan dan mempedomani norma atau kaidah hukum pembuktian, sepertinya dapat diketahui bahwa penganggaran untuk kegiatan tersebut dilakukan dengan berdasarkan kebijakan sesat pikiran. Ucapan terimakasih berikutnya patut dilakukan didasari dengan pernyataan yang bersangkutan di salah satu akun tik tok, dimana yang bersangkutan mengaku kalau bukan dia Kadisnya masalah di PU tidak akan pernah selesai seakan-akan dirinya adalah Superman yang bekerja siang malam sampai-sampai lupa pulang ke rumah.
Dalam kesempatan tersebut turut disampaikan kafasitas dirinya sebagai Auditor sekaligus sebagai corong atau Humas dari lembaga pengawasan pemerintahan seperti BPK, BPKP dan Inspektorat yang berhak menentukan ada atau tidaknya kerugian negara.
Walaupun sejumlah pernyataan tersebut menebar aroma kebohongan dengan indikasi sebagai upaya menutupi aroma busuk penggunaan uang rakyat, akan tetapi ucapan terimakasih tetap harus disampaikan lebih dalam dan tulus karena beliau telah benar-benar penuh kejujuran mengakui bahwa dirinya masih perlu kembali belajar lebih dalam untuk memahami filosofi di mana ada kebohongan disitu ada kejahatan, karena kebohongan itu sendiri adalah induk dari kejahatan. .
Tidak cukup sampai disitu ucapan tersebut perlu disampaikan atas sikap dan pengakuan beliau yang juga bertindak dan berbuat seakan eksekutor yang dengan kekuasaannya yang di terima dan dimiliki berhak merampas hak orang lain, yang dilakukan dengan memperpanjanag massa perawatan menjadi satu tahun, dan dilakukan dengan cara menahan sisa anggaran untuk tidak dibayarkan atas pekerjaan Multy Years dengan jumlah miliaran sampai dengan belasan miliar.
Secara tidak langsung pernyataan yang bersangkutan merupakan suatu pengakuan yang penuh dengan kejujuran, walaupun tidak disampaikan dihadapan Pengadilan dan dibawah kekuatan sumpah, akan tetapi ungkapan tersebut adalah suatu pengakuan ada yang salah dalam kegiatan tersebut atau dengan kata lain sang Kepala Dinas baik secara eksplisit maupun secara implisit mengakui bahwa pekerjaan yang dimaksud tidak dikerjakan secara profesional.
Semoga dengan sikap jujur dan kebijakan serta kemampuan diluar nalar sang Kepala Dinas dimaksud upaya meminta hukum agar melakukan tindakan yang menembus tebal dan pekatnya kegelapan tabir-tabir birahi kekuasaan segera terwujud dengan nyata.(Penulis Adalah Direktur Eksekutif LSM Sembilan)
0 Komentar