1. Pengendara di bawah umur
2. Tidak menggunakan helm atau sabuk keselamatan
3. Berkendara dalam pengaruh alkohol
4. Melawan arus lalu lintas.
5. Menggunakan ponsel saat mengemudi.
Operasi Patuh 2025 mengedepankan tiga pendekatan utama, yakni preemtif (25 persen), preventif (25 persen) dan represif (50 persen). Dirlantas bilang, penindakan kini dilakukan secara hybrid.
Di wilayah yang telah memiliki sistem tilang elektronik (ETLE), pelanggaran direkam dan ditindak secara digital. Sedangkan di daerah yang belum terjangkau Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE), tilang dilakukan manual di tempat oleh petugas bersertifikasi.
Namun satu hal yang ditekankan adalah, tidak ada lagi ruang bagi praktik titip denda. “Setiap petugas yang melakukan penilangan harus bersertifikat dan tidak boleh menerima pembayaran secara langsung. Semua harus transparan dan profesional,” tegasnya.
Ditlantas juga menggelar berbagai kegiatan kampanye keselamatan lalu lintas, termasuk masuk ke sekolah, kampus, komunitas, bahkan perusahaan transportasi.
Tujuannya, membangun kesadaran sejak dini agar masyarakat tak hanya takut ditilang, tapi benar-benar paham pentingnya keselamatan di jalan. Selain edukasi ke publik, Ditlantas juga melakukan pengecekan kondisi kendaraan di pool truk dan bus, serta survei terhadap titik rawan kecelakaan di Jambi.
"Kami libatkan semua elemen, dari Dishub, POM TNI, Jasa Raharja, hingga Bappeda. Operasi ini adalah kerja kolektif demi keselamatan bersama," katanya.
Tak hanya pengendara yang diawasi. Petugas di lapangan pun dipantau secara ketat. Jika ada anggota yang menyalahgunakan kewenangan, sanksi disiplin dan kode etik akan diberlakukan hingga dua tingkat ke atasan langsung.
"Kami ingin menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa tegas, tapi tetap manusiawi. Masyarakat kami perlakukan sebagai mitra, bukan semata target operasi," tutupnya. (J24/Red).
0 Komentar