Mengoptimalkan Moda Perairan dan Kereta Barang Saat Jalur Darat Kian Berat

KM di Danau Toba.

Oleh: Emanuel Edi Saputra

Moda transportasi perairan seperti sungai dan kereta api barang dinilai belum dimanfaatkan secara optimal untuk angkutan logistik .

Peran moda transportasi darat dalam angkutan barang di Tanah Air terlalu dominan. Beban moda jalan pun kian berat, tatkala munculnya truk berukuran tidak standar bermuatan melebihi daya angkut. Di sisi lain, moda transportasi perairan seperti sungai dan kereta api barang dinilai belum dimanfaatkan secara optimal untuk angkutan logistik. 

Sebelum akses jalur darat terkoneksi dan semulus saat ini, sejumlah daerah di Tanah Air memiliki beragam moda untuk angkutan barang di masa lalu. Di Kalimantan, misalnya, sungai pernah menjadi jalur angkutan utama saat jalan darat belum sebagus sekarang.

Pada dekade 1940-an hingga 1970-an, transportasi sungai memegang peranan penting di wilayah timur Kalimantan Barat. Kala itu, banyak dijumpai kapal menyerupai rumah atau disebut masyarakat setempat kapal bandong mengangkut barang ataupun penumpang melintasi Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia.

Pada 1950-an, jalan darat mulai dibangun dan seiring waktu kian mulus. Perlahan, jalur sungai mulai ditinggalkan. Kini, giliran moda transportasi darat yang ramai. Bahkan, di jalur strategis Trans-Kalimantan banyak dijumpai truk berdimensi tidak standar dan bermuatan lebih atau overdimension overloading (ODOL).

Kapal bandong sandar di Sungai Kapuas, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Kamis (14/11/2019). Kapal bandong kini semakin berkurang seiring budaya sungai yang perlahan ditinggalkan.
Kapal bandong sandar di Sungai Kapuas, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Kamis (14/11/2019). 

Kapal bandong kini semakin berkurang seiring budaya sungai yang perlahan ditinggalkan. Beban jalan darat kian berat. Bahkan, lubang kerap kali dijumpai di banyak titik. Di Pulau Jawa, truk ODOL juga menjadi masalah. Kendaraan ODOL dianggap mampu membawa muatan lebih banyak serta menyingkat waktu dan efisiensi operasional.

Namun, dampaknya sangat berbahaya, mulai dari risiko kecelakaan hingga merusak jalan yang menelan biaya pemeliharaan jalan sampai Rp 40 triliun setiap tahun. Oleh sebab itu, pemerintah berencana memberlakukan larangan ODOL (zero ODOL) pada 2026.

Namun, organisasi dan komunitas pengemudi truk di sejumlah daerah sempat turun ke jalan menolak kebijakan itu. Mereka menuntut jaminan perlindungan bagi pengemudi sebelum kebijakan zero ODOL berlaku, termasuk dari pungutan liar yang kerap diiringi intimidasi dan kekerasan terhadap awak angkutan barang di jalanan.

Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, Minggu (6/7/2025), mengatakan, peran moda jalan terlalu dominan di Tanah Air. Barang yang diangkut menggunakan moda transportasi darat mencapai 16,07 miliar ton per tahun.

Hal itu menunjukkan beban moda transportasi darat paling besar. Bandingkan dengan moda transportasi angkutan udara 0,52 juta ton per tahun dan angkutan laut 0,52 juta ton per tahun. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan 0,56 juta ton per tahun dan angkutan kereta api 47,6 juta ton per tahun.

Moda transportasi perairan seperti sungai belum dimanfaatkan secara maksimal. Djoko menuturkan, angkutan sungai terbilang diabaikan. Berbicara mengenai angkutan sungai tidak sebatas membangun dermaga, tetapi sejauh mana kelayakan kapal-kapalnya.

”Kalau kecepatannya (kapal) rendah, tidak begitu menarik dibidik sebagai angkutan barang. Namun, perlu modernisasi kapal dengan kecepatan setidaknya 15-20 knot dan menyesuaikan dengan kondisi aliran sungai,” ujar Djoko.

Untuk mendorong itu, pemerintah bisa memfasilitasi kemudahan pendanaan dari perbankan untuk pelaku usaha dalam modernisasi kapal. Selain itu, jaminan ada barang yang bisa diangkut. Namun, hal tersebut memang diperlukan kajian lebih jauh.

Kereta Barang

Selain itu, perlu juga mengoptimalkan moda kereta api untuk angkutan logistik di Tanah Air. Di masa kolonial Belanda, semua pelabuhan dihubungkan dengan jalur kereta. Namun kini, menurut Djoko, sudah tidak banyak yang terkoneksi.

Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (Instan) yang juga Koordinator Indonesia Toll Road Watch Deddy Herlambang menuturkan, sudah saatnya ada skenario pengembangan perekonomian, khususnya angkutan logistik berat, seperti semen, air minum, besi/baja, pupuk, dan batu belah menggunakan moda kereta api. Jika dengan angkutan kereta api, akan menekan risiko pelanggaran truk ODOL di jalan.

Alternatif sistem angkutan logistik menggunakan kereta api sudah ada sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Namun, angkutan logistik menggunakan kereta api tidak disukai karena dinilai mahal. Sebab, ada biaya penanganan ganda (double handling) kendati dari sisi kecepatan dan akurasi keselamatan lebih terjamin.

”Dari gudang ke stasiun ada biaya sendiri, lalu dari satu stasiun ke stasiun lainnya ada tarif kereta. Di stasiun akhir ke gudang pembeli ada biaya lagi. Agar lebih menarik, diperlukan subsidi, misalnya angkutan dari stasiun ke gudang,” kata Deddy.

Pada masa kolonial, kereta api justru awal difungsikan untuk angkutan barang/komoditas di Semarang, Jawa Tengah, pada 1867. Dari situ menghubungkan hingga ke Yogyakarta. Pada masa itu, kalau barang dikirim menggunakan pedati (kuda) atau sungai terlalu lama.

”Berikutnya, rugi kalau hanya angkutan barang, maka sekalian angkutan penumpang,” tutur Deddy.

Konektivitas Moda

Membangun konektivitas antarmoda juga penting dalam angkutan logistik. Konektivitas antara moda transportasi darat, laut, dan udara yang belum optimal menimbulkan inefisiensi proses distribusi barang (Tenggara Strategic 2024).

Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN), pada 2022 biaya logistik domestik Indonesia mencapai 14,1 persen dari produk domestik bruto (PDB), sedangkan biaya logistik ekspor berada di angka 8,98 persen dari PDB. Dari total 14,1 persen tersebut, biaya logistik darat menyumbang sekitar 50 persen dari total biaya logistik domestik atau setara dengan 7 persen dari PDB.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, terjadi disintegrasi dan fragmentasi di sektor angkutan logistik. Seharusnya yang terlebih dahulu dibangun bukan jalan tol, melainkan kereta logistik yang diperkuat dari kawasan industri menuju pelabuhan, khususnya Tanjung Priok. ”Hal itu membuat biaya logistik tidak kompetitif,” ucapnya.

Kemudian, di daerah luar Jawa, seperti di Sumatera dan Kalimantan, sungai hanya diaktivasi untuk tongkang batubara dan komoditas ekstraktif bukan produk industri. Ini adanya fungsi logistik yang tidak optimal.

”Tapi, perlu juga ada formula untuk mencapai efisiensi yang spesifik per daerah melalui kombinasi antarmoda,” ujar Bhima.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia Nofrisel menuturkan, transportasi merupakan tulang punggung logistik. Dari empat moda transportasi, transportasi darat memang memegang peranan dominan.

Namun, memang memerlukan alternatif-alternatif dalam distribusi. Misalnya dari Jakarta ke Surabaya, mengapa hanya mengandalkan jalur darat. Padahal, ada transportasi kereta api dan laut. Mengapa tidak pernah mengoptimalisasikan itu sehingga beban biaya di darat bisa dialihkan ke moda transportasi lain.

”Bagaimana kemauan politik (political will) dalam mengoptimalkan peran moda transportasi yang lain didukung konektivitas dengan baik terkait jadwal dan fasilitas,” kata Nofrisel.

Nofrisel juga mengomentari terkait larangan ODOL, yang menurut Asosiasi Logistik Indonesia, bagaimana seluruh pemangku kepentingan duduk bersama mencapai suatu kesepakatan mencari titik terbaik. Pelaksanaan zero ODOL juga diperlukan prakondisi. Setidaknya ada masa transisi.

Dengan demikian, perusahaan manufaktur, misalnya, bisa menyesuaikan jadwal produksi. Pemerintah juga bisa mengatur perundang-undangannya dan fasilitas infrastruktur yang disesuaikan. Perusahaan angkutan juga bisa bersiap meremajakan kendaraan atau peningkatan karoseri. Setelah itu diikuti sosialisasi, termasuk jika harus dipilih skala prioritas, komoditas apa yang hendaknya menjalankan aturan itu (zero ODOL). (Penulis Pengamat Ekonomi)

BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar